Sabtu, 02 Januari 2016

Menuju Bahasa Indonesia Berstandar Internasional

Siapa yg tak menaruh bangga jika bahasa negaranya dirangkap sebagai bahasa internasional, dengan demikian maka kita tak perlu bingung untuk berkomunikasi secara lisan dengan orang di penjuru bumi ini.
Selama ini yg difungsionalkan sebagai bahasa dunia adalah bahasa inggris, kenapa mesti bahasa Inggris, kenapa bukan bahasa Indonesia atau bahasa negara lain? Satu diantara alasannya adalah lantaran jumlah kosa kata dalam bahasa Inggris paling banyak jika dibandingkan dengan negara manapun, bahkan selalu mengalami perkembangan yg pesat seiring waktu.
Jika Inggris bisa melahirkan kosakata baru yg amat signifikan di setiap kurun tertentu, mungkinkah Indonesia mampu mengunggulinya? Jawabannya 'mungkin', kenapa? Karena di dunia ini tiada hal yg mustahil.
Saat ini, kamus besar bahasa kita telah membakukan sekurangnya 90 ribu kosakata. Begitu jauh di bawah Inggris yg mencatat lebih dari sejuta kosakata dalam kamus resminya.
Melihat kreasi anak zaman sekarang yg memang semakin kreatif, maka banyak dari mereka yg berhasil membuahkan inovasi. Akhir akhir ini, di dunia maya khususnya media jejaring sosial, banyak kita jumpai bahasa bahasa baru yg tak mengacu pada EYD dalam KBBI, sebut saja kata kata seperti Beud, Ciyus, atau Capcus. Selain tiga kata yg paling sering muncul itu, masih banyak lagi kata kata baru seperti Miapa, Buseng, Keles, Woles, Rempong, Unyu, dan mungkin masih banyak lagi.
Aku tidak menahu soal arti dari kata kata tersebut, namun setelah memastikan bahwa kata itu tidak terkandung dalam bahasa asing, maka ini adalah perkembangan kosakata bahasa Indonesia oleh anak bangsanya yg gemar berkreasi unik.
Aku pribadi bukanlah seorang pengaggum lebih lebih turut andil melafalkan kata kata itu, karena bagiku kalau hanya sekedar sok-sok'an maka pemakaian bahasa Inggris sebagai kombinasi kalimat justru terasa lebih smart daripada kata yg tak ku ketahui segala galanya itu.
Namun, seandainya para pencipta kata kata seperti itu terus berkarya, sehingga mampu menciptakan jumlah kosakata baru untuk mengejar ketertinggalan negara kita dari Inggris, dan bisa include to KBBI, maka siapa tahu suatu saat nanti bahasa nasional kita akan diangkat menjadi bahasa internasional karena jumlah kosakatanya yg melampaui jumlah kosakata bahasa dunia sebelumnya.
Terus berkreasi para Alayer Indonesia...

Who Wants To Be A Millionaire, Bukan Kuis Biasa

Pernahkah menonton 'Who Wants To Be A Millionaire'? Sebuah acara kuis yg lain daripada yg lain, yg saat itu disiarkan oleh RCTI antara tahun 2001 hingga 2006.
Kenapa aku bilang lain? Yups, selain kuis ini merupakan yg pertama dan satu satunya yg menyediakan hadiah tertinggi saat itu, satu milyar rupiah. Sistem pada kuis ini bukan sekedar 'game show' seperti kebanyakan kuis pada umumnya, namun cenderung menguji seberapa besar daya jangkau pesertanya terhadap ilmu pengetahuan dan semesta ini. Jadi, pintar merupakan syarat mutlak jikalau telah bersinggasana di pangkuan 'kursi panas'. Di sini, tiada istilah coba coba, siapa yg mampu menduduki 'hot seat' maka kepandaian adalah taruhannya jika tak ingin pulang dengan tangan hampa.
Dengan presenter "Tantowi Yahya" yg terkadang bertutur dengan kombinasi bahasa inggris, serta berbagai kiasan kiasan ringan, menambah gambaran bahwa kuis ini begitu smart.
Untuk mencapai level puncak, peserta harus menjawab sebanyak 15 pertanyaan dari nilai hadiah terendah, yg apabila berhasil dijawab dengan benar maka nilai hadiah untuk pertanyaan berikutnya akan di'lipat-ganda'kan. Bobot pertanyaanya pun bervariasi, semakin tinggi nilai hadiahnya maka semakin sulit pula soal yg diutarakan. Begitulah kiranya sebuah perjuangan, semakin kita berhasil selangkah lebih maju, niscaya akan semakin sulit pula tantangan yg mesti dihadapi. Puncak hadiah senilai satu milyar, mengidentifikasikan betapa berharganya sebuah pengetahuan itu.
Bentuk pertanyaan berupa empat pilihan ganda, ada tiga buah pilihan bantuan yg disediakan apabila peserta mengalami kesulitan dalam menjawab.
Ask audience, adalah bantuan bertanya kepada seluruh penonton yg tengah hadir di studio, hasil jawaban kesemua penonton terhadap empat option jawaban akan diakumulasikan dalam bentuk persentase. Ya, dunia ini luas, di suatu ketika kita menemui kesulitan, maka orang di sekitar kita bisa menjadi pertimbangan dalam membantu menentukan apa yg hendak kita pilih.
Phone a friend, meminta bantuan lewat sambungan telepon pada keluarga atau kerabat peserta. Dalam mendapati sebuah kebuntuan, yg tak mampu kita hadapi seorang diri, kita bisa terbantu berkat orang yg jauh dari keberadaan kita saat itu, maka hendaknya janganlah kita melupakan seseorang begitu mudah walaupun terbentang jarak sebagai pemisahnya.
Fifty fifty, adalah bantuan terakhir yg sifatnya adalah menghilangkan dua pilihan jawaban yg salah, sehingga tinggal dua jawaban saja yg pastinya adalah satu jawaban benar dan satu jawaban salah. Di sini kita harus bisa benar benar menentukan sebuah keputusan dari dua pilihan yg ada, mana yg kita anggap benar dan mana yg salah, jangan sampai salah pilih.
Apabila peserta salah dalam menjawab, maka nilai hadiah akan diturunkan ke titik level aman dibawahnya. Pertanyaan ke-lima senilai 1 juta adalah titik aman pertama, titik aman ke-dua terletak di pertanyaan ke-sepuluh senilai 32 juta. Sehingga seandainya peserta salah menjawab pada pertanyaan ke-sembilan senilai 16 juta, maka hadiah akan turun ke titik aman pertama yaitu 1 juta. Maka segala sesuatu yg telah kita capai dengan sebuah perjuangan panjang nan sulit, akan berkurang drastis dalam waktu sekejap jika kita tidak berhati hati.
Itulah pola permainan kuis ini, jika kita pernah menontonnya, maka kita adalah saksi mata bagaimana orang berusaha melalui tahapan demi tahapan untuk bisa meraih puncak pencapaian dengan bekal utama luasnya pengetahuan.
Siapa Yang Ingin Menjadi Jutawan? Apakah modal utamanya, bagaimanakah mengatur langkah kita untuk dapat meniti jalan hingga pucuk tujuan, serta apa saja yg perlu diperhatikan dalam rangka kelangsungan tujuan kita? Ya, kuis ini sedikit memberi gambaran tentang itu...

Dulu, Jakarta Itu Jauh Banget

Jakarta, sebuah kota nan jauh di sana. Ya, begitulah yg saya rasakan dulu. Memang tidak ada jarak yg berkurang antara Wonogiri-Jakarta beberapa waktu silam dengan saat ini, walaupun mungkin sedikit terpangkas oleh prasarana transportasi berbasis jalan bebas hambatan, namun realita waktu tempuhnya tak berbanding jauh.
Dulu, jika ada seseorang yg hendak berangkat ke Jakarta, di agen atau di jalan tempat menunggu bis, pasti banyak sanak keluarga yg turut melepas kepergiannya mengadu nasib. Itu mungkin lantaran kepergian mereka dalam membumi di perantauan cukup lama, sehingga sebagai anggota keluarga ingin menikmati momentum perpisahan hingga detik terakhir guna meminimalisir rindu yg berkepanjangan. Karena, dulu rasa rindu itu hanyalah akan terobati oleh kepulangan para perantau ke kampung halaman. Belum ada yg namanya telepon dengan HP lebih lebih video call. Sekarang, walaupun rasa kangen tak hilang sepenuhnya, dengan adanya telepon di genggamam setidaknya mampu mengalirkan rindu yg kian terbendung.
Pulang ke kampung halaman adalah saat yg dirindu dan dinantikan family, selain bisa kembali berkumpul bersama, hal yg dicari sebagai seseorang dalam merantau 'uang' pun pastinya turut datang juga. Saat itu memang belum banyak orang di kampung saya yg memiliki rekening bank, sehingga uang hanya bisa diterima keluarga dengan dua metode, yaitu secara langsung ketika pulang kampung, atau dengan dititipkan pada orang lain yg kebetulan lebih dulu tilik ranah aslinya. Berbeda dengan saat ini yg bisa on time, kapanpun ada niat untuk mengirim uang kepada keluarga di rumah, maka saat itu juga kita bisa trasnfer.
Karena kemudahan komunikasi dan kemajuan teknologi dulu belum seperti sekarang itulah yg mungkin membuat dulu Jakarta itu terasa jauh.