Rabu, 16 Januari 2013

Please Help ala Bandungan


Mungkin foto foto ini merupakan gambaran keceriaan di balik letihnya menyusuri liku jalan Purwantoro (Wonogiri) hingga Bandungan (Semarang) di first day tahun ini. Inilah kali pertama aku menjalani traveling dan refreshing bersama teman dan saudara tanpa adanya sedikitpun kawalan dari orang tua kami, bahkan mobil sewaan persembahan dari bapakku pun tak ubahnya hanya dinahkodai seorang anak yg usianya tak lebih dewasa dariku. Dan entah kenapa, dalam keadaan yg mengharuskan aku dan rombongan untuk belajar sok mandiri ini, kami justru dihadapkan dengan sesuatu yg niscaya menodai kegembiraan yg pastinya adalah tujuan mutlak saat berwisata. Dari kesemua penduduk dalam kabin Suzuki Futura merah maron yg membawa jiwa kami ber-sembilan, tiada sepasang bola mata yg tahu akan kemana arah manuver ban depan supaya mencapai tujuan acara touring ini, memang sih aku adalah otak di balik semua ini, aku yg memilih kemana tempat yg nanti tertuju, namun siapa sangka jikalau ternyata pemegang kendali setir mobil itupun juga buta akan kelok jalan daerah Semarang. Alhasil, imbas dari ke'tidak-paham'an ini tentu saja melahirkan satu peristiwa baru dalam acara senang senang sambut tahun 2013, yaitu "nyasar". Setelah tanya sana sini, akhirnya Tuhan pun andil dalam menuntun kami menuju obyek yg terletak di Kabupaten tempat karoseri fenomenal "LAKSANA" berkibar itu, hanya saja dalam pandangan ngawur'ku, tak pernah terpikirkan jika jarak tempuh sejauh ini, belum lagi kemacetan parah akibat melonjaknya wisatawan peserta pergantian tahun dan rintik hujan yg menambah kelabu hati makin menjadi jadi. Namun di sisi tersembunyi dari hadapan situasi kondisi yg tak merangkul tersebut, dengan tegasnya ku nyatakan inilah moment tour yg paling indah dari yg sudah terlalui sebelumnya. Yups, Candi Gedong Songo, tempat wisata yg terletak di kawasan Bandungan, Ungaran, Semarang... Obyek candi peninggalan sejarah yg berdiri di area perbukitan dengan latar panorama hijau pepohonan, asap belerang, dan terkadang beselimut kabut putih. Memang, kemegahan kelima candi disini tak selegendaris candi Prambanan yg menyimpan sejarah penghianatan cinta seorang Roro Jonggrang pada Bandung Bondowoso, pun namanya tak jua berkibar layaknya candi Borobudur yg terangkum dalam kategori keajaiban dunia. Sebelum tercapainya titik tujuan wisata kami, di tengah rintik hujan yg mengguyur tanah Semarang ketika itu, kami kembali dihadapkan dengan fenomena yg serasa menghambat laju pendakian kami ke puncak bukit Gedong Songo, ban mobil yg membawa kami bocor di tengah perjalanan. Jalan yg saat itu dilintasi adalah jalan akses menuju candi, sebuah jalan pedesaan yg hanya pas pas'an dilalui oleh dua kendaraan roda empat. Tentu saja menambah kendala, dengan keadaan jalan selebar itu di tengah padatnya kavling kavling hiburan, kami mengalami kesulitan dalam mencari area parkir untuk sekedar mengganti roda yg naas tersebut. Bermodal rasa nekad serta mental yg kuat jikalau nanti menjadi tersangka tamu tak diundang dan alhasil diusir, akhirnya kami memberanikan diri untuk mengarahkan lingkar setir ke pelataran sebuah tempat karaoke. Rasa was was, deg deg'an akan kekhawatiran tidak dibolehkanya menumpang parkir oleh sang empunya rumah terukir di sembilan hati kami, untuk menghindarinya kami sepakat membuka payung sebelum diguyur hujan, yaitu meminta izin kepada sang pemilik lapak karaoke itu. Salah satu dari kami mencoba mencari dimana keberadaan seorang yg ada di tempat itu, keadaan tempatnya cukup mewah, bersih, dan luas, bahkan kamar karaoke yg tertatap oleh mataku pun mencapai 12 unit, di pedesaan seperti itu tergolong kavling hiburan yg berkelas lah, maka tentu saja hati kami semakin sempit dari harapan. "Ada apa mas?", sambutan pertama kali yg dilontarkan seorang bapak paruh baya yg berhasil pertama kali kami temui. Dalam hati berkata kata, betapa kecewanya bapak ini setelah nanti beliau tahu akan niat kami, padahal ini adalah tempat karaoke, yg mana biasanya tamu yg ke sini adalah dengan tujuan menyewa kamar untuk menyuarakan pita tenggorokanya lewat alunan tembang favoritnya, pun demikian kami tetap melancarkan aksi kejujuran akan niat meminta belas kasihan semata. "Maaf pak, ban mobil kita pecah, bolehkan kami numpang parkir disini untuk mengganti ban?", itulah kalimat permintaan tolong yg terucap dari lidah salah satu rombonganku. Dan betapa senangnya hati ini saat beliau menjawab, "Oh ya mas, monggo... Lebih eneknya mobilnya dimajuin kesini saja mas, yg teduh jadi tidak kehujanan...", hmmm... pucuk dicinta ulam pun tiba, sudah diperbolehkan numpang tempat parkir darurat, masih direkomendasikan supaya tak basah kuyub saat mengganti ban. "Gak papa pak kalau mobilnya dimajukan?", tanyaku membuang keraguan hati akan kemuliaan naluri seorang bos tempat karaoke. "Gak papa, tetapi kalau disini bayar 25 ribu mas, hahaha... gak kok mas, dimajuin saja gak apalah", candaan'nya pada kami. Mobil yg apespun lantas dimajukan dan kami memulai pekerjaan P3K (Pertolongan Pertama Pada ban Kempes). Setelah semua alat siap, langkah pertama adalah membuka empat baut roda yg hendak diganti, ups namun kok kunci shok'nya tidak cocok dengan ukuran diameter baut velgnya, ya ampun... belum cukupkah cobaan yg harus kami lalui di awal tahun ini ya Allah? Mau mencari kunci shok kemanakah ini, tak ada solusi lain selain kembali mengajukan tanya pada tuan rumah yg baik hati. Butiran reruntuhan air dari langit makin mengguyur, bapak itu pun merelakan diri berjalan di bawah payung menerobos derasnya hujan yg tengah turun sebagai jawaban dari pertanyaan darurat kami, melangkahkan kakinya di atas genangan air hujan yg menumpuk untuk membantuku menemukan sebuah pinjaman kunci yg mutlak ku butuhkan. Entah imbalan apa yg pantas ku anugerahkan sebagai tanda kemuliaan seorang relawan bagiku itu. Meskipun beliau kembali dengan tangan hampa, namun sungguh ku menghargai kebaikan beliau yg ikhlas berperang melawan dinginnya siang itu. "Gak ada yg punya kunci mas, soalnya juga jarang deket deket sini yg punya mobil", ungkapnya dengan sedikit rasa belas kasihan pada kami yg sedang menunggu buah pinjaman darinya. "Ya sudah pak, gak apa apa lah, biar kami mencari sendiri. Sekali lagi maaf ya pak, telah ngrepotin bapak berkali kali"... "Ya gak apalah, nanti kalau suatu saat saya berkunjung ke tempat kalian, saya juga yg ganti ngrepotin kalian, minta tolong sama kalian", kata katanya menggambarkan adat tolong menolong yg masih membudaya di nalurinya. Akhirnya sekarang giliran kami yg harus menantang derasnya hujan untuk berusaha mendapatkan sebuah kunci shok, alhasil kami mendapatkan pinjaman dari seorang tukang tambal ban yg nampaknya bapak tuan rumah tak mengenalinya, sehingga tadinya beliau berkata bahwa tidak ada tempat tambal ban di sekitar sini. Basah kuyup tampias air tak menyurutkan kerja kami dalam mengeksekusi ban belakang kiri dan menggantinya dengan ban cadangan darurat. Setelah langkah demi langkah terlewati, ban pun siap untuk kembali difungsikan sebagai penompang berat kendaraan beserta sembilan tubuh kami, mobil pun siap untuk melanjutkan race yg tertunda oleh pitspot. "Pak, mobil kami sudah jadi, terima kasih ya pak atas kebaikannya turut membantu kami", ucapan terima kasihku yg terakhir kalinya pada beliau, sembari seorang temanku berniat memberikan sebuah tanda terima kasih yg tak seberapa nilainya menyanggupi candaan yg pernah dikatakan beliau di awal tadi. Bukan maksud kami untuk menghargai kemuliaan hati beliau dengan uang, namun kami sadar jikalau telah banyak merepotkan beliau, yaaa itung itung lah sedikit uang ini adalah bea parkir di lahan yg telah kami sewa tak kurang dari satu jam. Mungkin suatu kebahagiaan bagiku, andai saja bapak tersebut mau menerima barang tak berharga itu, namun sayang, secuilpun saja sesuatu itu tak pula diambilnya, beliau menolaknya dengan penuh santun dan halusnya kata kata. Sungguh sebuah fenomena langka yg hampir punah di jagad merah putih ini, bapak ini mungkin adalah satu dari seribu sosok yg berjuang menjadi pelopor pelestarian budaya "tulung tinulung" yg semestinya masih subur tertanam di jiwa seorang Wong Jowo. Andai saja, dimana aku berpijak, disitu ada naluri seindah yg ku dapati itu, hmmmmm.... alangkah indahnya hidup.